Minggu, 05 Oktober 2014

penataan ruang kabupaten wonosobo

Wonosobo dan Penataan Ruang

       Saya adalah salah satu masyarakat kota Wonosobo di sekitar perbatasan tepatnya Sukoharjo yang berbatasan dengan Banjarnegara, yang masih merasakan segala dampak penataan ruang kabupaten Wonosobo baik yang buruk atau yang baik dan menguntungkan kami. Menurut saya penataan ruang kabupaten Wonosobo baik di lihat dari prioritas pembangunannya mulai dari penanggulangan kemiskinan yang artinya masyarakat di didik untuk hidup makmur, pendidikan yang merupakan pokok kemajuan daerah,kesehatan, infrastruktur, sampai hal yang menurut saya sangat penting dan perlu pembenahan yang baik yaitu pertanian dan ketahanan pangan sampai hal-hal mengenai kebijakan pemerintah cukup baik, terstruktur, dan merata. 

      

Pertumbuhan kota yang cepat terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.


          Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan costly dan pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia, kota tersebut sudah mengalami perkembangan yang terlalu besat sehingga mengalami “overload”, menjadikan kota tersebut sebagai kota yang tidak layak untuk ditinggali. Bahkan sempat muncul isu tentang pemindahan ibukota akibat ketidaklayakannya. Belum lagi kota-kota besar lain yang mulai berkembang seperti Surabaya, Bandung, dll.

          Berdasarkan keadaan itu, dalam melakukan perencanaan kota dibutuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan. Ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam. Green City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).

          Konsep ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan
 Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.



Terdapat 8 kriteria konsep Green City, antara lain :
1.     Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.
2.     Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
3.     Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
4.     Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
5.     Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
6.     Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%) 
7.     Bangunan Hijau
8.     Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)


Mengapa Konsep Green City Perlu Dipertimbangkan di Indonesia?

Kota-kota besar di Indonesia perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila kita berharap bahwa kota-kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa mendatang. Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.
Ilustrasi green city



          Terdapat beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi. Pendekatan kedua adalah konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum. Ketiga, konsep kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau. Keempat, konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku. Kelima, konsep taman tadah hujan (rain garden). Pendekatan kedua adalah Konsep CPULS (Continous Productive Urban LandscapeS. Konsep penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive.


          Pendekatan terakhir adalah Integrated Tropical City. Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi Urban Heat Island. Bukan hal yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep khusus lainnya (Abu Dhabi dengan Urban Utopia nya atau Tianjin dengan Eco-city nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis. Berikut Gambar Kerangkat Terbentuknya Konsep Integrated Tropical City:


          Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkungan lainnya. Namun disamping kelebihannya, konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang, tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan, difungsikan meredam kebisingan. Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi ekologis yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan.


Sumber : Kaskus


Pipit Prayogo
Kelas B/ teknik PWK
21040114120022
Komentar tentang jurnal :
 Konsep Green City

Saya memilih jurnal ini karena jurnal ini berisi tentang konsep Green City yang cukup penting dan menarik untuk di perbincangkan karena pada dasarnya konsep ini sangatlah dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia khususnya Indonesia. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya sangatlah pesat baik dari ledakan jumlah penduduk samapai penggusuran lahan pertanian dan perhutanan yang di alih fungsikan menjadi pemukiman penduduk dan pabrik-pabrik baru. Hal ini perlu disorot lebih dalam bahwa keseimbangan komposisi sebuah wilayah kota perlulah di perhatikan. Perlu adanya keseimbangan antara infrastruktur , perindustrian, pemukiman, dan wilayah hijau.  Maka dari itu ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam.
          Konsep – konsep tersebut tentu diharapkan dapat memberi dampak positif sehingga kota menjadi layak dan nyaman di huni. Karena lahan hijau (green city) mendasarkan konsepnya pada suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota seperti pernyataan di atas. Dengan beberapa kriteria yang harus terpenuhi yaitu:
1.     Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku
2.     Pengolahan sampah terpadu
3.     konsep ekodrainase
4.     Infrastruktur Hijau
5.     Transportasi Hijau
6.     Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%) 
7.     Bangunan Hijau
8.     Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)

Dengan konsep Green City kita sebagai calon planner  saya berharap bisa mempraktikan konsep-konsep Green City sehingga krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.