Pertumbuhan kota yang cepat terjadi di negara-negara
berkembang, salah satunya di Indonesia. Kota-kota besar di Indonesia seperti di
Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang
pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah
penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.
Pertumbuhan
kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran
lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan
transportasi yang berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, selain
itu juga menimbulkan costly dan pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan
ibukota Indonesia, kota tersebut sudah mengalami perkembangan yang terlalu
besat sehingga mengalami “overload”, menjadikan kota tersebut sebagai kota yang
tidak layak untuk ditinggali. Bahkan sempat muncul isu tentang pemindahan
ibukota akibat ketidaklayakannya. Belum lagi kota-kota besar lain yang mulai
berkembang seperti Surabaya, Bandung, dll.
Berdasarkan
keadaan itu, dalam melakukan perencanaan kota dibutuhkan pendekatan konsep
perencanaan yang berkelanjutan. Ada beberapa konsep pengembangan kota yang
berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan
alam. Green City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis
juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara
pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat
juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan
sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi
masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor
terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya,
diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak
terkait (stakeholders).
Konsep
ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas
adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan
pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang
memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari
pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan
sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Terdapat
8 kriteria konsep Green City, antara lain :
1.
Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang
berlaku, seperti UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi
kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009: Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.
2.
Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak
ada yang terbuang).
3.
Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan
kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
4.
Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan
jalur sepeda).
5.
Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah
lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan
kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
6.
Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH
Publik 20%, RTH Privat 10%)
7.
Bangunan Hijau
8.
Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Mengapa
Konsep Green City Perlu Dipertimbangkan di Indonesia?
Kota-kota besar di Indonesia perlu secara cermat
mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak
tertahankan, apabila kita berharap bahwa kota-kota tersebut dapat menjadi layak
huni di masa mendatang. Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita
hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang
telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan
kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang
terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota
kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.
Ilustrasi
green city
Terdapat
beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan dalam manajemen
pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini
terdiri atas 5 konsep utama yaitu konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang
bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi. Pendekatan
kedua adalah konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan,
arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian
dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro,
efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum. Ketiga, konsep kawasan
perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi
pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka
hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau. Keempat,
konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang
dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku. Kelima, konsep
taman tadah hujan (rain garden). Pendekatan kedua adalah Konsep CPULS
(Continous Productive Urban LandscapeS. Konsep penghijauan kota ini merupakan
pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta
merupakan landscape productive.
Pendekatan terakhir adalah Integrated
Tropical City. Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti
Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim,
seperti perlindungan terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak
vegetasi untuk mengurangi Urban Heat Island. Bukan hal yang tidak mungkin
apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep khusus lainnya (Abu
Dhabi dengan Urban Utopia nya atau Tianjin dengan Eco-city nya), mengingat
Indonesia yang beriklim tropis. Berikut Gambar Kerangkat Terbentuknya
Konsep Integrated Tropical City:
Kelebihan
dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan
masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah
kebisingan dan permasalahan lingkungan lainnya. Namun disamping kelebihannya,
konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada masing-masing kawasan
tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah memerlukan kajian tersendiri.
Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik lokal, iklim makro, dan
sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan untuk menahan longsor
dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang, tsunami, di kota besar
untuk menekan polusi udara, serta di perumahan, difungsikan meredam kebisingan.
Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi ekologis yang berbeda. Disamping
itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan penghijauannya tidak
terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi tanpa melihat
siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan.
Sumber
: Kaskus
Pipit
Prayogo
Kelas
B/ teknik PWK
21040114120022
Komentar
tentang jurnal :
Konsep
Green City
Saya memilih jurnal ini karena jurnal ini berisi
tentang konsep Green City yang cukup penting dan menarik untuk di perbincangkan
karena pada dasarnya konsep ini sangatlah dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia
khususnya Indonesia. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya sangatlah pesat baik dari ledakan jumlah penduduk samapai
penggusuran lahan pertanian dan perhutanan yang di alih fungsikan menjadi
pemukiman penduduk dan pabrik-pabrik baru. Hal ini perlu disorot lebih dalam
bahwa keseimbangan komposisi sebuah wilayah kota perlulah di perhatikan. Perlu adanya
keseimbangan antara infrastruktur , perindustrian, pemukiman, dan wilayah
hijau. Maka dari itu ada beberapa
konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green
City yang selaras dengan alam.
Konsep – konsep tersebut tentu
diharapkan dapat memberi dampak positif sehingga kota menjadi layak dan nyaman
di huni. Karena lahan hijau (green city) mendasarkan konsepnya pada suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni
penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui
pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron
dengan perencanaan kota seperti pernyataan di atas. Dengan beberapa kriteria
yang harus terpenuhi yaitu:
1.
Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang
berlaku
2.
Pengolahan sampah terpadu
3.
konsep ekodrainase
4. Infrastruktur
Hijau
5. Transportasi
Hijau
6. Ruang
Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
7. Bangunan
Hijau
8. Partisispasi
Masyarakat (Komunitas Hijau)
Dengan
konsep Green City kita sebagai calon planner saya berharap bisa mempraktikan konsep-konsep
Green City sehingga krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang
terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas
perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan
menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau,
pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian
penjalaran kawasan pinggiran.